Mengapa Kita Diwajibkan Berpuasa Dan Keutamaan Puasa Yang Harus Kita Ketahui.
Ramadhan telah pun mendatangi kita lagi selepas setahun berlalu. Ketika ini apa yang harus kita ketahui mengenai Puasa dan mengapa Allah mewajibkan bagi kita yang mampu untuk berpuasa, semoga apa yang saya nak sampaikan ini akan bermanfaat kepada pembaca di luar sana dalam menambahkan ilmu pengetahuan.
Di antara keutamaan ibadah puasa adalah:
1. Puasa adalah Jalan Meraih Takwa
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian
berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian
menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
Allah Ta’ala menyebutkan dalam ayat di atas mengenai hikmah
disyari’atkan puasa iaitu agar kita bertakwa kerana dalam puasa, kita
mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Yang meliputi takwa dalam puasa adalah seorang muslim
meninggalkan apa yang Allah haramkan saat itu iaitu makan, minum, hubungan
intim sesama pasangan dan semacamnya. Padahal jiwa begitu terdorong untuk
menikmatinya. Namun semua itu ditinggalkan kerana ingin mendekatkan diri pada
Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Itulah yang disebut takwa.
Begitu pula orang yang berpuasa melatih dirinya untuk
semakin dekat pada Allah. Ia mengekang hawa nafsunya padahal dia boleh saja
menikmati berbagai macam kenikmatan. Ia tinggalkan itu semua kerana dia tahu
bahawa Allah selalu mengawasinya.
Begitu pula puasa akan menghalang jalan syaitan dalam
saluran darah kerana dikatakan syaitan itu merasuki manusia melalui saluran darahnya. Ketika
puasa, saluran syaitan tersebut mengecil maka maksiatnya pun akhirnya semakin berkurangan.
Orang yang berpuasa pun semakin giat melakukan ketaatan,
itulah umumnya yang terjadi. Ketaatan itu termasuk takwa.
Begitu pula ketika puasa, orang yang kaya akan merasakan
lapar sebagaimana yang dirasakan fakir miskin. Ini pun sebahagian dari takwa.[1]
2. Puasa adalah Penghalang dari Seksa Neraka
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا
الْعَبْدُ مِنَ النَّارِ
”Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba
dari siksa neraka.”[2]
Dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ
اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
“Barangsiapa melakukan puasa satu hari di jalan Allah
(dalam melakukan ketaatan pada Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari
neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” (HR. Bukhari no. 2840)
3. Puasa akan Memberikan Syafa’at bagi Orang yang Menjalankannya
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَىْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ
وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ
النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِى فِيهِ. قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
”Puasa dan Al Qur’an itu akan memberikan syafa’at kepada
seorang hamba pada hari kiamat kelak. Puasa akan berkata, ’Wahai Rabbku, aku
telah menahannya dari makan dan nafsu syahwat karenanya perkenankan aku untuk
memberikan syafa’at kepadanya’. Dan Al Qur’an pula berkata, ’Aku telah
melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi
syafa’at kepadanya.’ Beliau bersabda, ’Maka syafa’at keduanya diperkenankan.’“[3]
4. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pengampunan Dosa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman
dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni”.[4]
Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ
وَوَلَدِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ
بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ
“Keluarga, harta, dan anak dapat menjerumuskan seseorang
dalam maksiat (fitnah). Namun fitnah itu akan terhapus dengan shalat, shaum,
shadaqah, amar ma’ruf (mengajak pada kebaikan) dan nahi mungkar (melarang dari
kemungkaran).”[5]
5. Puasa adalah Penahan Syahwat
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda[6], barangsiapa yang memiliki
baa-ah[7], maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan
dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah
karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.”[8]
Imam Nawawi rahimahullah berkata bahwa puasa dapat mengekang
syahwat dan mengekang kejelekan mani sebagaimana orang yang sedang dikebiri.[9]
6. Pintu Surga Ar Rayyan bagi Orang yang Berpuasa
Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ
الرَّيَّانُ ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، لاَ يَدْخُلُ
مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ ، لاَ
يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ ، فَلَمْ يَدْخُلْ
مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut “ar
rayyan”[10]. Orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut
pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti
orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa?” Lantas mereka pun
berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa
tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi
yang memasukinya.“[11]
Dalam riwayat Bukhari dari Sahl bin Sa’ad juga disebutkan,
فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ ، فِيهَا
بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ
“Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu
tersebut ada yang dinamakan pintu Ar Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang
yang berpuasa.“[12]
7. Orang yang Berpuasa Memiliki Waktu Mustajab Terkabulnya Do’a
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ
حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang
berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi”.[13]
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini
menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal
ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika
itu.”[14] Kata Imam Nawawi, “Disunnahkan orang yang berpuasa berdoa saat
berpuasa dalam urusan akhirat dan dunianya, juga doa yang ia sukai, begitu pula
doa kebaikan untuk kaum muslimin.”[15]
Semoga bermanfaat.
[1] Lihat penjelasan Syaikh As Sa’di dalam Taisir Al Karimir
Rahman, hal. 86.
[2] HR. Ahmad 3: 396. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa hadits tersebut shahih dilihat dari banyak jalan.
[3] HR. Ahmad 2: 174. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 984.
[4] HR. Bukhari No. 38 dan Muslim no. 760.
[5] HR. Bukhari no. 3586 dan Muslim no. 144. Kata Ibnu
Baththol, hadits ini semakna dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya),
إِنَّمَا
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah
(bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Ath Thagobun: 15)
(Lihat Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3: 194)
[6] Syabab (pemuda) menurut ulama Syafi’iyah adalah yang telah baligh namun belum melampaui 30 tahun. Lihat Syarh Shahih Muslim, 9: 154.
[7] Imam Nawawi berkata makna baa-ah dalam hadits di atas terdapat dua pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada satu makna, yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi bukan hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan finansial, lalu menikah. Para ulama berkata, “Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang syahwatnya.” (Idem)
[8] HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400.
[9] Syarh Shahih Muslim, 9: 155.
[10] Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Ar Rayyan dengan menfathahkan huruf ro’ dan mentasydid ya’, mengikuti wazan fi’il (kata kerja) dari kata ‘ar riyy’ yang maksudnya adalah nama salah satu pintu di surga yang hanya dikhususkan untuk orang yang berpuasa memasukinya. Dari sisi lafazh dan makna ada kaitannya. Karena kata ar rayyan adalah turunan dari kata ar riyy yang artinya bersesuaian dengan keadaan orang yang berpuasa. Orang yang berpuasa kelak akan memasuki pintu tersebut dan tidak pernah merasakan haus lagi.” (Fathul Bari, 4: 131).
[11] HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152.
[12] HR. Bukhari no. 3257.
[13] HR. Ahmad 2: 305. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dengan berbagai jalan dan penguatnya.
[14] Al Majmu’, 6: 273.
[15] Idem.
Ulasan
Catat Ulasan